Rabu, 16 Maret 2011

Reinkarnasi atau Kelahiran Kembali

Sedikit copas dari blog sebelah. Artikel yang bagus untuk menambah pengetahuan. Di artikel ini, dibahas tentang konsep reinkarnasi atau kelahiran kembali yang tidak akan sampeyan dapatkan pada ajaran-ajaran timur tengah, terutama agama dari ras Abrahamik yang sedang populer belakangan ini. selamat membaca dan direnungkan, semoga mendapat pencerahan.




Pengantar

Pada suatu hari setan berjalan-jalan dengan seorang temannya. Mereka melihat seseorang membungkuk dan memungut sesuatu dari jalan.
"Apa yang ditemukan orang itu?” tanya si teman.
“Sekeping kebenaran,” jawab setan.
“Itu tidak merisaukanmu?” tanya si teman.
“Tidak,” jawab setan.
“Aku akan membiarkan dia menjadikannya kepercayaan agama.”-(Anthony de Mello SJ)


Salah satu ‘Keping Kebenaran’ yang dipungut dan menjadi anggapan umum adalah bahwa doktrin reinkarnasi/Kelahiran kembali hanya ada di tradisi ajaran India dan hanya merupakan dongeng pengantar tidur.
di manakah sapeyan lahir??
Pernahkah anda mendengar kisah dari Jendral angkatan darat Amerika, Patton? Ia adalah panglima terkenal dari pasukan sekutu ketika terjadi perang dunia kedua, terkenal akan keberanian dan kemahirannya bertempur. Konon Ia mempercayai Reinkarnasi.
Tatkala Patton berusia remaja, Ia beranggapan bahwa pada kehidupan masa lampaunya Ia pernah mengabdi kepada jendral terkenal Hannibal dari Cartago, pernah pula sebagai prajurit Roma kuno, anak buahnya Napoleon, sebagai prajurit kavaleri dari jendral Kerajaan Roma Timur dll. Pendeknya, berbagai peran dalam pertempuran bersejarah sepertinya pernah ia jalani. Jadi, Iamenganggap dirinya kelak sudah pasti menjadi pahlawan perang.
Apabila anda merasa bahwa hal-hal tersebut hanyalah bualan Patton, kisah di bawah ini barangkali akan mengkoreksinya.


Ketika itu Patton memimpin pasukan di wilayah padang pasir Afrika utara berperang menghadapi tentara Jerman. Suatu kali, seorang perwira Perancis berkendara membawa Patton menuju garis depan memeriksa keadaan medan laga. Di tengah jalan, Patton tiba-tiba memintanya berbelok arah. Perwira Perancis sempat kebingungan, ia mengatakan medan perang bukan di arah tersebut. Sedangkan Patton ngotot bahwa itu adalah medan perang, namun bukan medan perang pada hari ini.
Akhirnya di bawah arahan Patton mereka tiba pada medan perang kuno 2000 tahun yang lalu. Perwira Perancis menjadi heran bagaimana Patton mengetahui lokasi ini, Patton menjawab bahwa dirinya pernah mengikuti pasukan besar Roma ke tempat tersebut.
Family clan Patton mempunyai tradisi mahir berperang. Banyak anggota clan termasuk Patton menyatakan pernah secara jelas menyaksikan roh dari leluhur. Kemahiran Patton tentang perang, apakah berkat perlindungan dari leluhur, ataukah berasal dari pengalaman kehidupan masa lalunya? (Sumber: Erabaru)


Artikel ini meng-eksplor keberadaan doktrin reinkarnasi/kelahiran kembali di empat Agama besar dunia, berikut contoh-contoh kejadian nyata yang dialami. Setelah membaca, ujilah diri anda sendiri apakah anda masih pada ‘keping kebenaran’ yang sama atau tidak.





Hindu: Kelahiran Kembali
Secara prinsip Mahluk hidup tercipta karena Brahman. Brahman (Prajapati) menciptakan dua kekuatan yang disebut Purusa yaitu kekuatan hidup (batin/nama) dan Prakerti (pradana/rupa) yaitu kekuatan kebendaan. Kemudian timbul "cita" yaitu alam pikiran yang dipengaruhi oleh Tri Guna yaitu Satwam (sifat kebenaran/Dharma), Rajah (sifat kenafsuan/dinamis) dan Tamah (Adharma/kebodohan/apatis). Kemudian timbul Budi (naluri pengenal), setelah itu timbul Manah (akal dan perasaan), selanjutnya timbul Ahangkara (rasa keakuan). Setelah ini timbul Dasa indria (sepuluh indria/gerak keinginan) yang terbagi dalam kelompok
  • Panca Budi Indria yaitu lima gerak perbuatan/rangsangan: Caksu indria (penglihatan), Ghrana indria (penciuman), Srota indria (pendengaran), Jihwa indria ( pengecap), Twak indria (sentuhan atau rabaan)
  • Panca Karma Indria yaitu lima gerak perbuatan/penggerak: Wak indria(mulut), Pani (tangan), Pada indria (kaki), Payu indria (pelepasan), Upastha indria (kelamin)
Setelah itu timbulah lima jenis benih benda alam (Panca Tanmatra): Sabda Tanmatra(suara), Sparsa Tanmatra (rasa sentuhan), Rupa Tanmatra(penglihatan), Rasa Tanmatra (rasa), Gandha Tanmatra (penciuman).
Dari Panca Tanmatra lahirlah lima unsur-unsur materi yang dinamakan Panca Maha Bhuta, yaitu Akasa (ruang/ether), Bayu (gerak/angin), Teja (panas/api), Apah (zat cair/perekat) dan Pratiwi (zat padat/tanah)
Perpaduan semua unsur-unsur ini menghasilkan dua unsur benih kehidupan yaitu Sukla (benih laki-laki) dan Swanita (benih perempuan). Pertemuan antara dua benih kehidupan ini adalah pertemuan Purusa dengan Pradana maka terciptalah manusia.
Dahulu kala Prajapati mencipta manusia bersama bhakti persembahannya dan berkata dengan ini engkau akan berkembangbiak dan biarlah dunia ini jadi sapi perahanmu.-[Bhagavad-Gita 3.10]
Beberapa jiwa memasuki kandungan untuk ditubuhkan; yang lain memasuki obyek-obyek diam sesuai dengan perbuatan dan pikiran mereka.-[Katha Upanisad 2.2.7]
Mahluk-mahluk di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan yang kekal (Brahman) dari Ku, mereka berjuang keras melawan 6 indria termasuk pikiran.-[Bhagavad Gita 15.7]
Percikan dari Brahman itu dinamakan Atman/jiwatman merupakan percikanAtman itu tak terlukai oleh senjata, tak terbakar oleh api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan oleh air, abadi, di mana- mana ada, tak berpindah- pindah, tak bergerak, selalu sama, tak dilahirkan, tak terpikirkan, tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.
Percikan itulah yang menghidupkan/menggerakan manusia. Atman/roh/jiwa menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini). Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman. Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada atman, mata tak dapat melihat bila tak ada atman, kulit tak dapat merasakan bila tak ada atman. Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun Atma tetap langgeng untuk selamanya.
Setelah memakai badan ini dari masa kecil hingga muda dan tua, demikian jiwa berpindah ke badan lain, ia yang budiman tidak akan tergoyahkan-[Bhagawad Gita 2.13]
Ibarat orang meninggalkan pakian lama dan menggantinya dengan yang baru, demikian jiwa meninggalkan badan tua dan memasuki jasmani baru.-[Bhagawad Gita 2.22]
Atma/Jiwatman bersifat abadi, namun karena Maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut “Awidya”. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatman mengalami proses kelahiran kembali yang berulang-ulang.
Dan bagaimanapun keadaan mahluk-mahluk itu, apakah mereka itu selaras (sattvika), penuh nafsu (rajasa), ataupun malas (tamasa), ketahuilah bahwa semuanya itu berasal dari Aku. Aku tak ada di sana, tetapi mereka ada pada-KuDikelabui oleh ketiga macam sifat alam (guna) ini, seluruh dunia tidak mengenal Aku, yang mengatasi mereka dan kekal abadi. Maya ilahi-Kuini, yang mengandung ketiga sifat alam itu sulit untuk diatasi. Tetapi, mereka yang berlindung pada-Ku sajalah yang mampu untuk mengatasinya.-[Bhagavad Gita 7.12-14]
Maya tanpa kecerdasan dan Material mempunyai sifat: kebaikan/selaras (satwam), nafsu/kekuatan (rajas) dan kebodohan/kelambaman (tamas)” -[Siwa Samhita 1.79Mahluk hidup diikat oleh sifat-sifat tersebut dan sulit dikendalikan......-[Bhagavad Gita 14.5]
Mahluk hidup pindah dari satu badan ke badan lainnya dengan membawa kesadaran masing-masing, seperti udara yang membawa jenis bau-bauan tertentu. Berdasarkan kesadaran demikian mahluk hidup meninggalkan badan dan menerima badan baru yang lain.-[Bhagavad Gita 15.8].
Lho, Bukannya memory itu tersimpan di otak, kalau sudah matiBagaimana mungkin memori itu dapat juga di bawa oleh Jiwa/Ruh Lahir Kembali?
Ide dasarnya adalah Atman Kembali ke Brahman. Untuk kembali ternyata ada jarak diantaranya. Jarak itu, ada yang menamakan itu unsur, lapisan, ketidaktahuan/Awidya selubung atma, selubung Maya dan masih banyak lagi [Brhadaranyaka Upanishad IV.4.viBrhadaranyaka Upanishad,, IV.iii.9Chandogya UpanisadTaittiriya Upanisad, Bhagawad Gita, dll]. Pokoknya, ada semacam jarak/selubung yang menghalangi dan istilah teorinya saja yang berbeda-beda, contoh teorinya:
Teori 1:
Zat Padat/Tanah, Zat cairan/perekatPanas/api, Gerak/angin, angkasa/ruang, pikiran, kecerdasan dan keakuan palsu. Keseluruhan delapan unsur ini merupakan tenaga material yang terpisah dariku.-[Bhagavad Gita 7.4]
Lima pertama disebut (Badan materi atau Panca Maha Buta atau Stula sarira). Tiga terakhir disebut tripremana sebagai badan halus (sukma sarira) yaitu terdiri dari manah(pikiran), budhi(kecerdasan) dan ahangkara(keakuan palsu).
Tripremana-lah yang menyertai roh mengembara dari satu tubuh (Badan Materi/stula) ke tubuh yang lain.
Teori 2
Model berikutnya adalah untuk sampai kepada atma, Mahluk itu terdiri dari 3 Lapisan yaitu: badan Materi disebut Stula Sarira, kemudian badan jiwa disebut sukma Sarira dan bagian di antaranya disebut Antakharana-Çarira (Lapisan badan Penyebab). Lapisan badan penyebab atau Antakharana-Çarira, inilah yang sebagai pembawa dari Karma (Karma-Wasana) makhluk sejak berbagai kelahirannya yang lampau.
Teori 3
Model lainnya adalah Panca Maya kosa (lima selubung yang membelenggu atman) ialah:
  1. Annamaya Kosa = unsur dari sari makanan;
  2. Pranamaya Kosa = unsur dari sari nafas;
  3. Manomaya Kosa = unsur dari sari pikiran;
  4. Wijnanamaya Kosa = unsur dari sari pengetahuan;
  5. Anandamaya Kosa = unsur dari kebahagiaan.
Nomor 3, 4, dan 5 yang dibawa Atman menuju pada kelahiran kembali. Lapisan belenggu/pembungkus yang paling didalam dan yang paling sulit dibuang adalah yang bernama Anandamaya, sehingga atman yang masih terbungkus oleh Anandamaya disebut sebagai Anandamaya atma. Anandamaya adalah kebahagian atau kesenangan hidup yang dialami ketika atman masih mempunyai stula sarira (tubuh) yakni ketika masih hidup di dunia ini contohnya: ketika masih hidup di dunia. Jadi kebahagian dan kesenangan itu sifatnya keduniawian yang dinikmati dari Panca Indria yaitu: pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah, dan rasa kulit (termasuk sex).
Kelahiran kembali (Punarbhawa/Reinkarnasi) terjadi karena Ia harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu (karma).
Hal yang pasti adalah: manusia lahir sendirian, mati sendirian, merasakan hasil dari perbuatan baik dan buruk sendirian, jatuh ke dalam neraka sendirian, dan pulang ke dunia rohani juga sendirian.-[Canakya Niti Sastra 5.13]
Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib baik/buruk yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah lahir kembali. Apabila manusia tidak sempat menikmati pada kehidupan saat ini, maka akan dinikmati pada kehidupan selanjutnya.
Adapun perbuatan orang yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma; setelah ia lepas dari neraka, menitislah ia menjadi binatang, seperti biri-biri, kerbau dan lain sebagainya; bila kelahirannya kemudian meningkat, ia menitis menjadi orang yang hina, sengsara, diombang-ambingkan kesedihan dan kemurungan hati, dan tidak mengalami kesenangan.-[Sarasamuccaya 1.48]
Untuk menghindari hal tersebut maka lakukanlah Trikayaparisudha yaitu:
  • Kayika/perbuatan yang benar: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzina),
  • Wacika/perkataan yang benar: tidak mencaci, tidak berkata keras, tidak memfitnah, tidak ingkar janji),
  • Manacika/pikiran yang benar: tidak menginginkan sesuatu yang adharma, tidak berpikir buruk pada orang/mahluk lain,)
Karma merupakan hukum sebab akibat. keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya.
“Alangkah cepat dan pendeknya kehidupan sebagai manusia ini, tak bedanya dengan sinarnya kilat dan sangat susah pula untuk didapat. Oleh karena itu berusaha benar-benarlah untuk berbuat (sadhana) berdasarkan kebenaran (dharma) untuk menghapuskan kesengsaraan hidup guna mencapai sorga”-[Sarasamuscaya 2.14]
From Hero to Zero
Perputaran itu tidaklah terputus sampai Ia melepas belenggu Maya dan menghancurkan Awidya/ketidaktahuanTujuan dari kelahiran kembali adalah proses penyatuan Atman dan Brahman. Moksa adalah tercapainya persatuan tersebut. Untuk itu lawanlah dengan sepenuh tekad enam musuh didalam diri/Sadripu: kama (nafsu), lobha (tamak), kroda (marah), mada (mabuk), moha (angkuh), matsarya (dengki irihati) melalui :
Yamabratamelatih diri untuk anrsamsa (tidak egois), ksama (memaafkan), satya (jujur), ahimsa (tidak menyakiti), dama (sabar), arjawa (tulus), pritih (welas asih), prasada (berpikiran suci), madhurya (bermuka manis), mardawa (lemah lembut).
Niyamabratabertekad berlaku dharma: dana (dermawan), ijya (bersembahyang), tapa (mengekang nafsu jasmani), dhyana (sadar pada kebesaran Ida Sanghyang Widhi Wasa), swadhyaya (belajar), upasthanigraha (mengendalikan nafsu sex), brata (mengekang indria), upawasa (mengendalikan makan/minum), mona (mengendalikan kata-kata), snana (menjaga kesucian lahir bathin)
SadatatayiTidak melakukan kekejaman : agnida (membakar), wisuda (meracun), atharwa (menenung), sastragna (merampok), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah).
Saptatimira: menghindari kebanggaan/keangkuhan karena surupa (cantik/tampan), dana (kaya), guna (pandai), kulina (wangsa), yowana (remaja), kasuran (kemenangan), sura (minuman keras).
Dengan tekad dan latihan tersebut maka terhentilah roda kelahiran kembali dan mencapai penyatuan atman dan Brahman.
Dia yang mengetahui tempat tertinggi dari Brahman itu, dimana dasar dari dunia ini bersinar dengan cemerlang. Orang bijaksana, yang, bebas dari keinginan, memuja Dia, lepas dari kelahiran kembaliDia yang melayani nafsu, memikirkan mereka, akan lair kembali di sini dan disana sesuai dengan keinginannya. Tapi bagi dia yang keinginannya telah terpenuhi, yang adalah jiwa sempurna, seluruh keinginannya lenyap bahkan disini.- .-[Mundaka Upanisad 3.2.1-2]
Orang yang mengenal sifat rohani, kelahiran dan kegiatanKu, tidak akan lahir lagi di dunia material ini setelah meninggalkan badan, melainkan ia mencapai tempat tinggalKu yang kekal.-[Bhagavad Gita 4.9].
Secara garis besarnya terdapat empat (jalan/cara menuju atau pempersatukan diri dengan Tuhan yang disebut Catur Marga/Catur YogaKeempat jalan tersebut adalah sama baiknya untuk mencapai Brahman
Dengan jalan bagaimanapun ditempuh oleh manusia ke arahku, semuanya aku terima dan memenuhi keinginan mereka, melalui banyak jalan manusia menuju jalanku, Oh Prtha.-[Bhagawad Gita 5.2]
Jnana Marga/Yoga (kebijaksanaan filsafat atau Penetahuan)
Persatuan Atman dan Brahman dicapai melalui Pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran. Pengetahuan seorang bijaksana dimulai dengan pengetahuan dalam tingkat ajaran-ajaran suci Weda (Apara Widya) kemudian berdasarkan itu menuju pada pengetahuan tingkat tinggi tentang hakikat kebenaran Atman dan Brahman (Pari Widya)Untuk mencapai kebenaran yang sempurna melalui Wiweka (logika) membedakan yang kekal dan tidak kekal, sehingga bisa melepaskan yang tidak kekal dan mencapai kekekalan yang sempurna. Jnana bermain di tataran Kebijakan dan Pikiran.
Ia yang pikirannya tidak digoyahkan dalam keadaan dukacita dan bebas dari keinginan-keinginan ditengah-tengah kesukacitaan, ia yang dapat mengatasi nafsu, kesesatan dan kemarahan, ia disebut seorang yang bijaksana.-[Bhagawad Gita2.56]
Karma Marga/Yoga (Perbuatan)
Persatuan atman dan Brahman melalui kerja/perbuatan tanpa pamrih, tulus/ ikhlas dengan melepaskan keinginan untuk memperoleh hasil atau buah dari perbuatan/kerjanya targetnya adalah melepas emosilepasnya atma dari unsur-unsur maya sehingga tercapailah kesempurnaan. Idenya adalah bekerjalah,lepaskan keinginan akan hasil.
Bukan dengan jalan tiada bekerja, orang dapat mencapai kebebasan dari perbuatan. Juga tidak hanya melepaskan diri dari pekerjaan, orang akan mencapai kesempurnaannya.-[Bhagawad Gita 3.4]
Serahkanlah segala pekerjaan kepadaku, dengan memusatkan pikiran kepada atma, melepaskan diri dari pengharapan dan perasaan keakuan, dan berjuanglah kamu, bebas dari pikiranmu yang susah-[Bhagawad Gita 3.30]
Bekerjalah kamu selalu, yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya.-[Bhagawad Gita 3.19]
Bakti Marga/Yoga (Sujud/Bakti)
Persatuan atman dan Brahman melalui cinta dan sujud bakti terhadap Tuhan. Idenya adalah apapun adalah oleh, karena dan untuk Tuhan. Penyerahan diri sepenuhnya dan sujud bhakti pada Tuhan. Jalan Bakti Marga Yoga ini adalah jalan yang paling mudah dan banyak dilakukan/ditempuh oleh manusia
Orang saleh yang menyembah aku adalah empat macam yaitu, orang yang mencari kekayaan, orang yang bijaksana, orang yang mencari pengetahuan dan orang yang dalam keadaan susah, Oh Arjuna.-[ Bhagawad Gita 7.16]
Diantara ini, orang yang bijaksana yang selalu terus menerus bersatu dengan Hyang Suci, kebaktiannya terpusat hanya kesatu arah (Tuhan) adalah yang terbaik. Sebab aku kasih sekali kepadanya dan dia kasih kepadaku.-[Bhagawad Gita 7.17]
Dengan bentuk apapun juga mereka bakti kepadaku (Bhakta), yang dengan kepercayaan bermaksud menyembah aku (dengan Sraddha), kepercayaan itu aku tegakkan-[Bhagawad Gita 7.21]
Raja Marga/Yoga (Samadhi/Tapa)
Persatuan atman dengan brahman melalui konsentrasi yang benar dengan melakukan Astangga Yoga/delapan pemusatan, yaitu Yama/Larangan: Menahan diri/Nafsu, Nyama/Perintahadat/adab yang baik, melatih dengan kebisaan, Asana: sikap duduk yang baik, tumpuan lengan dan kaki dapat membantu mengendalikan kemaluan dan perut, Pranayama: Pengendalian/ nafas(Puraka/menarik, Kumbaka/menahan, Recaka/menghembuskan), Pratyahara: Kontrol Indria, Dharana yaitu: upaya menenangkan pikiran, Dhyana: upaya memikirkan Brahman dan Semadhi: Menyamakan Gelombang dengan Brahman.
Seorang Yogin harus tetap memusatkan pikirannya kepada atma yang maha besar (Tuhan), tinggal dalam kesunyian dan tersendiri, bebas dari angan-angan dan keinginan untuk memilikinya.-[Bhagawad Gita 6.10]
Karena kebahagiaan tertinggi datang pada Yogin, yang pikirannya tenang, yang nafsunya tidak bergolak, yang keadaannya bersih dan bersatu dengan Tuhan (Moksa).-[Bhagawad Gita 6.27]





Buddha:Kelahiran Kembali
Nagarjuna yang merupakan peletak dasar doktrin Sunyata dalam sekte Madhyamaka pada pertengahan abad kedua, mengatakan, "Ajaran Sang Buddha didasarkan atas dua Kebenaran, yaitu Kebenaran Duniawi (Sammuti-sacca/Sammati-satya) dan Kebenaran Akhir (Paramattha-sacca/Paramartha-satya). Mereka yang tidak mengerti perbedaan antara dua Kebenaran ini tidak akan mmahami arti yang mendalam dari Ajaran Sang Buddha."
"Aku mengingat berjuta kali kelahiranKu dari kehidupan yang lampau sebagai berikut: mula-mula 1 kehidupan, kemudian 2 kehidupan, kemudian 3, 4, 5, 10, 20 sampai 50 kehidupan, kemudian seratus, seribu, seratus ribu dstnya" (Majjhima Nikaya, Mahasaccaka Sutta No. 36, I.248)
Buddha mengatakan demikian di sekitar pencapaian sempurnannya. Ajaran buddha mengatakan dalam Satta Sutta; Radha Samyutta; Samyutta Nikaya 23.2 [S 3.189] bahwa mahluk hidup terdiri dari panca skandha (Lima bagian/himpunan) yaitu:
  1. rupam(Bentuk/Materi/Badan jasmani),
  2. vedana/vadana (perasaan),
  3. samjna/sanna (persepsi/Pencerapan),
  4. samskara/Samkhara/sankhara (bentuk-bentuk Mental / pikiran, dorongan pikiran) dan
  5. vijnana/Vinnana (kesadaran).
Kompilasi ini disebut juga Nama (No.2, 3, 4 dan 5) dan Rupa (no.1).
  • Nama (No.2, 3, 4 dan 5) dalam bahasa Pali sebagai cittaCitta juga sering disebut dengan kesadaran. Terkadang perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran dinamakan sebagai kesadaran. Jadi Nama = Citta = Kesadaran.
  • Rupa (Tubuh/Materi/badan jasmani) apabila di uraikan ia terdiri dari 4 macam unsur (catur-mahabhuta) yaitu panas/api (teja-dhatu), gerak/angin (vaya-dhatu), Zat Padat/tanah (Pathavi) dan cairan/perekat (Apo).
Nama dan Rupa menimbulkan 6 landasan Indria [Sad-ayatana/Salayatana] yaitu warna [vanna], bau [gandha], rasa [rasa], pokok yang utama [oja] tenaga hidup [jivitindria] dan tubuh [kaya].
Sang Buddha juga menjelaskan bagaimana cara kelahiran mahluk hidup:
Sariputta, ada empat cara kelahiran. Apakah empat cara kelahiran itu? Kelahiran melalui
  • Andaja yoni, lahir dengan memecahkan kulit telur
  • Jalabuja yonilahir melalui kandungan
  • Samsedaja yonikelahiran pada tempat lembablahir dalam ikan yang membusuk, mayat yang membusuk, adonan yang membusuk, atau dalam jamban atau dalam saluran air kotor.
  • Opapatikakelahiran secara spontanAda dewa-dewa dan penghuni-penghuni neraka dan makhluk manusia tertentu dan para penghuni tertentu dari alam yang tidak menyenangkan, yang lahir (muncul) secara spontan. Inilah empat cara kelahiran.-[Mahasihanda Sutta; Majjhima Nikaya 12]
Buddha menjelaskan tiga tiga kondisi terjadinya kelahiran tertentu (misalnya Manusia):
Para bhikkhu, embrio (dalam kandungan) terjadi karena penggabungan tiga hal, yaitu:
  • adanya pertemuan ayah dan ibu, tetapi ibu tidak ada makhluk yang siap terlahir (kembali), dalam hal ini tidak ada pembuahan dalam kandungan;
  • ada pertemuan ayah dan ibu, ibu dalam keadaan masa subur, tetapi tidak ada makhluk yang siap untuk terlahir (kembali), dalam hal ini tidak ada pembuahan dalam kandungan; tetapi
  • ada pertemuan ayah dan ibu, ibu dalam keadaan masa subur dan ada makhluk yang siap terlahir (kembali), maka terjadi pembuahan karena pertemuan tiga hal itu.-[Mahatanhasankhaya Sutta; Majjhima Nikaya 38]
Konsekuensi dari mahluk yang terdiri dari Nama (No.2, 3, 4 dan 5) dan Rupa (no.1) adalah:
Apabila tidak makan Ia akan merasa laparIa dapat merasa Kedinginan dan kepanasan, Ia juga mengalami kelelahan, Apabila kurang tidur Ia akan mengantuk. Ia dapat bersemangat, Ingin dicintai dan dapat patah hati; juga berusaha mengungguli yang lain, egois, Ia ingin mendapat perhatian, ingin mengetahui apapun, ingin menciptakan sesuatu, Ia ingin mendapat pengakuan, Kadang merasa puas atau tidakpuas dan banyak lagi variasi tindakan dan dorongan karena nama dan rupam tersebut.
Oleh karena itu, adanya Atman/roh/jiwa yang menggerakan badan kasar menjadi tidak relevan dan berlebihan!
Perumpamaan Sepeda
Sepeda beroda dua, Rodanya saja tidak dapat dikatakan sebagai sepeda, begitu pula stang, rem dan bahkan orang yang mengendarai. Untuk dikatakan sebagai sepedamaka harus mempunyai stang, rangka, rem, pedal, sadel, rantai, roda, dll.Modifikasi apapun bisa dilakukan, misalnya dilakukan dengan tambahan mesin, maka ia tidak lagi sepeda melainkan motor. Rodanya dimodifikasi menjadi tiga, maka tidak lagi sepeda melainkan beca. Ditambah roda dan mesin maka ia tidak lagi sepeda melainkan bemo/bajaj. Ban belakangnya dicopot, rantai diperpanjang dan ditambah penyerut, maka jelas ia bukan lagi sepedaroda dua.
Itu adalah perubahan rupam, bagaimana agar ia dapat bergerak dan berjalan?
Untuk dapat bergerak dan berjalan tetap perlu jalan yang rata, roda yang terdiri dari unsur padat atau angin, stang, rantai, yang mengemudikan dll. Pengemudinya bisa saja manusia, monyet, beruang, motor, komputer, dll. Pengemudinya sendiri perlu energi, dan terdiri dari kepadatan, gerak, cairan, panas. Manusia tidak memerlukan sepeda untuk bergerak dan berjalan mencapai tujuan, karena ia sendiri bisa berjalan dan berlari.
Dari perumpamaan di atas terlihat bahwa atman/roh/jiwa sebagai penggerak adalah suatu yang berlebihan. Dengan demikian tidak ada alasan perlunya keberadaan Atman. Itulah sebabnya mengapa ajaran Buddha tidak mengakui adanya roh/atman.
Kalau Atman tidak ada, lantas apa yang menyebabkan dan/atau yang ‘dibawa’ saat kelahiran kembali?
Cuma satu, yaitu Nama/Citta (perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran). Nama atau Citta sering juga disebut Kesadaraan.
“Sesuai dengan benih yang ditaburkan, demikianlah buah yang kau petik darinya. Pelaku kebaikan (akan mengumpulkan) kebaikan, Pelaku kejahatan (menuai) kejahatan. Taburlah benih dan tanamlah dengan baik, Maka kau akan menikmati buah darinya “-[S. I, 227, The Kindred Sayings, I, h. 293]
Tentang Citta/Kesadaran/Nama, dibawah ini terdapat sebuah kisah yang sangat terkenal, yaitu kisah kelahiran berulang Dalai Lhama
Ketika Dalai Lhama ke 13 wafat tahun 1933, Para tetua Lhama mencari petunjuk dimana reinkarnasi berikutnya dapat ditemukan. Tradisi ini selalu sama dilakukan selama berabad-abad mulai dari Dalai Lhama pertama tahun 1351 M, setiap dari mereka merupakan reinkarnasi dari yang terakhir, yang http://www.childpastlives.org/images/dot_clear.gifhttp://www.childpastlives.org/images/dot_clear1.gifmemelihara kebijakan spritual dari banyak kehidupan
Musim semi 1935, Seorang lama seniorReting Rinpoche, menempuh perjalan menuju danau suci Lhamoi Lhatso yang berbentuk oval, di sebuah lembah 17.000 kaki yang dikelilingi puncak2 bersalju di selatan Tibet untuk medapatkan wangsit/penglihatanKetika ia memandang dikejernihan air, tampak olehnya 3 huruf alfabeth Tibet (Ah, Ka dan Ma)mengambang didepannya. Kemudiandengan jelas terlihat olehnya sebuah bayangan biara tingkat tiga dengan atap emas dan jade. Sebuah jalan bukit yang menurun dari biara menuju sebuah rumah yang beratapkan semacam genteng berwarna biru hijau dan seekor anjing belang coklat dan putih di halaman. Reting rinpoche juga kemudian bermimpi rumah yang sama, namun kali ini ia melihat sebentuk talang atap unik dan seorang bocah cilik berdiri di halaman. Sekarang Ia tambah yakin bahwa huruf Ah yang ia lihat berkenaan adalah Amdo, yang terletak di timur.
Satu dari tim pencari, dibawah komando Kewtsang Rinpoche, seorang Lhama senior dari biara Sera, melakukan pendekatan kebiara Kumbum di Amdo. Mereka melihat biara itu beratapkan Emas dan Jade, persis seperti penglihatan yang didapat. Mereka mendengar ada satu anak luar biasa di Takster, dua jam perjalanan dari Amdo
Di musim dingin tahun 1937 Kewtsang Rinpoche, ditemani oleh pejabat resmi pemerintah bernama Lobsang Tsewant dan dua pembantu, sampai di Takster. Untuk menghindari berbagai kesulitan yang mungkin muncul mereka menyamar sebagai pedagang dengan Lobsang Tsewang sebagai kepala rombongan. Kewsang menyamar menjadi pelayannya. Mereka mendekati rumah Lhamo Dhondrub yang berusia 2 tahun dan disambut gonggongan anjing mastiff belang coklat putih terikat di jalan masuk
Mereka memperkenal diri sebagai pedagang dan bertanya apalah mereka boleh menggunakan dapur untuk minum teh (adat yang lazim di Tibet), melewati halaman rumah, Kewsang rinpoche melihat atap semacam genteng biru hijau dan talang atap unik yang terbuat dari tumbuhan yang di pilin. Saat di dapur, ia mendekati Lhamo Dhondrub kecil. Anak itu naik kepangkuan Kewtsang Rinphoce dan mulai memainkan manik2 peninggalan Dalai Lhama ke 13 yang tergantung di sekeliling leher Rinphoce. Tiba-tiba anak itu beraksi dan memaksa agar manik-manik itu diserahkan padanya dan menyatakan bahwa ituadalah kepunyaannya. Kewtsang mengatakan pada anak itu, ‘Aku akan berikan ini padamu jika kau dapat menebak siapa aku”. Tak disangka-sangka anak itu menjawab ‘Anda adalah Lhama dari Sera’ Anak itu kemudian menunjuk Lobsang Tsewang juga para anggota rombongan dengan dengan nama yang tepat (Saat itu ada ribuan biara di tibet). Tidak hanya ia menjawab benar, iapun menjawab menggunakan dialek tibet tengah yang tidak dikenal di distrik ini.
Ketika para tamu bersiap untuk pergi di pagi harinya, Lhamo Dhondrub menangis dan meminta ia agar diajak serta, mereka menenangkan dirinya dan berjanji akan kembali
Mereka kembali dengan cepat kali ini untuk menguji apakah anak ini benar-benar reinkarnasi Dalai Lhama. Para bikhu memberikan hadiah pada keluarga dan memohon ijin untuk dapat bersama dengan Lhamo Dhondrup. Saat malam tiba, mereka masuk kamar tidur utama yang ada ditengah rumah, Mereka menjejerkan sejumlah barang-barang yaitu Kacamata, pensil perak dan mangkuk makan diatas meja pendek. barang2 tersebut adalah peninggalan Dalai Lhama ke 13Barang-barang tersebut dibuat imitasinya dengan persis. Termasuk ada juga Manik2 hitam, kuning dua tongkat jalan dan gendang tangan dari gading yang digunakan pada ritual religi. Juga sabda suci Samye yang diperintahkan untuk dibawa tim.
Lhamo dhondrub di undang keruangan, Kewtsang Rinpoche bersama 3 pejabat resmi duduk di sisi meja satunya. Kewtsang Rinpoche menggengam manik2 hitam yang pernah dilihat oleh Anak itu di kunjugan sebelumnya, di tangan lainnya ia memegang imitasinya, anak itu diminta untuk memilih dan memilih dengan tepat, kemudian tanpa ragu sama sekali mengkalungkannya dilehernya sendiri. Ketepatan yang sama ia tunjukan pada Manik2 kuning. Berikutnya adalah tongkat jalan, Permulaan Lhamo Dhondrub menarik sedikit tongkat yang salah namun ia lepaskan kembali dan mengambil yang benar. Ini dianggap masih signifikan mengingat dulunya tongkat yang salah itu pernah dipakai sebentar oleh Dalai Lhama sebelumnyasebelum akhirnya diberikan untuk seorang teman. Barang terakhir adalah gendang. Gendang yang palsu di dekor begitu menarik hatinya dengan kain brakat motif bunga sedangkan yang asli kurang menarik hati. Sekali lagi Lhamo Dhondrub memilih dengan tepat kemudian memutar gendang bolak balik dengan tangan kanannya sesuai irama ritual tantrik!
Berikutnya, anak itu di check 8 tanda tubuh yang hanya dipunyai oleh Dalai Lhama, Kuping yang besar, mata yang panjang, alis yang membelok di ujung, tanda di kaki, bentuk kulit kerang pada telapak di satu tangan. Setelah mendapatkan 3 tanda tubuh maka dipastikan bahwa Dalai Lhama ke 14 telah ditemukan dalam bentuk tubuh anak berusia 2 setengah tahun. Ramalan terpenuhi
NamunPemimpin pasukan perang Muslim di baratlaut China mendengar mengenai pemilihan anak ituIa menuntut uang tebusan yang gila-gilaan besarnya untuk dapat mengambil anak itu keluar dari distrik mereka. Saat si banjingan perang itu telah dibayar, ia malah meminta lebih banyak lagi dan juga beberapa artifak religius. Mereka menjadi tak berdaya, Orang-orang tibet akhirnya meningkatkan jumlah tebusannya. Setelah menunggu berbulan-bulan lamanya, Calon Dalai Lhama dan keluarganya berangkat menuju Lhasa, Ibu kota Tibet dan menghabiskan waktu 3 bulan perjalanan. Lhamo Dhondrub bepergian bersama kakaknya yang berusia 6 tahun dan duduk di atas sebuah tandu yang digantung diantara dua bagal.
Ketika beberapa mil mendekati lhasa mereka disambut dengan prosesi suluh yang menuntun mereka hingga di perkemahan, ditengahnya ada Tenda satin berwarna kuning yang sangat besar dengan langit-langit biru dan putih. Tenda itu dikenal sebagai Merak agung, yang selama berabad-abad hanya digunakan untuk menyambut setiap reinkarnasi balita Dalai Lhama kembalipulang.
Selama 2 hari kemudian, Lhamo Dhondrub muda duduk diatas sebuah tahta tinggi di merak agungmemberkati 70.000 biksu dan barisan rakyat yang berkumpul menyambutnya
Paginya, tanggal 8 Oktober 1939, digelar prosesi dimana seorang anak kecil duduk di tandu emas di iring 16 orang, musik, keluarga Dalai Lhama, anggota kabinet, Pengawas dan perdana mentri menuju Istana
ketika Lhamo Dhondrub diantar hingga di ruangan pendahulunya, Ia tiba-tiba menunjuk sebuah kotak kecil dan berkata ‘Gigiku ada disitu’. Kemudian kotak di buka dan para pelayan dengan takjub menemukan satu set gigi palsu kepunyaan Dalai Lhama terdahulu.
Beberapa minggu kemudian, Lhama dhondrub yang berusia 4 tahun atau Tenzin Gyatso sebagaimana dikenal sekarang, dilantik sebagai Penguasa tertinggi sementara dan pemimpin spritual Tibet. [Otobiograpi Dalai Lhama dan Buku ‘Exile in the Land of Snows’, by John F. Avedon]
Lho, Bukannya ingatan itu tersimpan di otak, kalau sudah matiBagaimana mungkin ingatan itu dapat juga di bawa oleh Jiwa/Ruh Lahir Kembali?
Menurut agama Buddha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
  1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa hidup sesuatu makhluk tertentu. Kematian semacam ini disebut “AYU-KHAYA”.
  2. Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut. Hal ini disebut“KAMMA-KHAYA”.
  3. Kematian yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas, yang terjadi secara berturut-turut. Disebut “UBHAYAKKHAYA”.
  4. Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu: kecelakaan, kejadian-kejadian yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran terdahulu yang tidak termasuk dalam butir (iii) di atas. Disebut“UPACHEDAKKA”.
Ada suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian ini, yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan sebagai kehidupan. Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab berikut ini:
  1. Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian akibat berakhirnya masa hidup suatu makhluk.
  2. Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat berakhirnya tenaga karma.
  3. Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat bersamaan, sama halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab yang diuraikan pada butir (i) dan (ii) di atas.
  4. Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu. Sama halnya seperti kematian yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.
Oleh karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam Anguttara Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti bahwa karma bukan merupakan penyebab dari segala hal.
Kematian merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dihindari oleh semua makhluk hidup, dan tidak ada tempat persembunyian untuk menghindarinya.
"Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun juga dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk menyembunyikan diri dari kematian. "-[Dhammapada, 128].
Kematian menurut pengertian Buddhisme adalah berhentinya kehidupan batin dan jasmani [jivitindriya] dari setiap keberadaan individu, yaitu lenyapnya kekuatan [ayu], panas [usma] dan kesadaran [vinnana]. Sehingga kematian dapat dipandang sebagai suatu proses penghancuran yang menyeluruh atas suatu makhluk hidup, walaupun suatu masa kehidupan tertentu berakhir tetapi kekuatan yang sampai sekarang ini bergerak tidak dihancurkan.
Pada saat kematian, maka Nama (perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran) terpisah dari tubuh.
Pada saat kematian maka keinginan untuk hidup yang merupakan sumber ketidaktahuan [avidya/avijja] menyebabkannya untuk mencari keberadaan yang baru dan karma yang dilakukannya pada kehidupan sebelumnya itu akan menentukan tempat kelahiran kembali baginya.
Dalam proses kelahiran kembali tidak terjadi suatu perpindahan roh/jiwa/kesadaran ke dalam jasmani(rupa) yang baru.
Kelahiran kembali adalah adanya proses berkesinambungan dari Nama/citta/Kesadaran pada kehidupan lampau denganNama/Citta/Kesadaran kehidupan baru yang merupakan suatu aksi-reaksi. Oleh karena itu proses kelahiran kembali sangatlah berhubungan dengan proses kematian itu sendiri.
Pada saat seseorang mengalami kematian, jasmani tidak lagi bisa berfungsi untuk mendukung Nama/Citta/Kesadaran.
Nama/Citta/Kesadaran-nya pun akan mengalami pemadaman/kematian dan menjadi Citta/Kesadaran pada kehidupan yang baru. Penerusan Kesadaran (Patisandhi Vinnana) ini terjadi dengan adanya peran dari Kamma yang pernah dilakukan.
Ketika jasmani mengalami kematian, dalam pikiran orang yang sekarat muncul kesadaran yang bernama Kesadaran Ajal (Cuti Citta). Ketika Kesadaran Ajal mengalami pemadaman juga, maka orang tersebut dikatakan sudah meninggal. Tetapi pada saat yang bersamaan pula (tanpa selang/jeda waktu) Citta/kesadaran kehidupan baru muncul. Itulah saat seseorang telah dilahirkan kembali, sudah berada dalam kandungan dengan jasmani yang baru berupa janin. Keseluruhan proses ini terjadi dalam waktu yang singkat.
Manusia sekarang adalah hasil dari ribuan pengulangan pikiran dan perbuatan. Ia bukan sudah jadi; ia menjelma, dan masih menjelma. Sifatnya telah ditentukan oleh pilihannya sendiri. Pikiran, perbuatan yang ia pilih, yang menjadi kebiasaan membentuknya.
Anak kembar yang berasal dari satu telur memiliki kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Namun ahli psikologi telah meneliti bahwa mereka berbeda dalam sifat dan wataknya. Oleh karena itu, mungkin perbedaan ini disebabkan oleh faktor ketiga (selain dari keturunan dan lingkungan), yaitu “pembawaan“ kepandaian yang lampau, dan tingkah laku dari kehidupan yang sebelumnya. Adanya anak jenius atau yang luar biasa kepandaiannya tidak dapat diterangkan dengan memuaskan dipandang dari segi keturunan atau lingkungan, hanya kepandaian bawaan dari satu kehidupan ke kehidupan lain yang dapat menjelaskan kasus – kasus khusus seperti itu Ambillah contoh kasus kembar siam Chang dan Eng yang terkenal. Ini adalah kasus dengan kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Para ahli yang telah mempelajari tingkah laku mereka melaporkan bahwa keduanya memiliki watak yang berbeda jauh, Chang kecanduan minuman keras, sedangkan Eng tidak minum minuman keras.
Menurut ajaran Buddha, sebab langsung dari perbedaan dan ketidaksamaan kelahiran di kehidupan ini adalah atitakamma(perbuatan baik dan buruk dari setiap individu dalam kehidupan yang lampau). Dengan kata lain, setiap manusia menuai apa yang telah ditaburnya di masa lampau. Dengan cara yang sama, perbuatannya sekarang membentuk masa depannya.
Setiap kelahiran kembali dimulai dengan satu set kemungkinan tersembunyi yang unik, kumpulan dari pengalaman di masa lampau. Itulah mengapa terdapat perbedaan sifat, mengapa setiap orang diberkahi dengan apa yang disebut oleh penganut teisme sebagai “ karunia “ (bakat), dan kemungkinan – kemungkinan yang tak terbatas “-[Dr. Cassius A. Pereira ( belakangan Thera Kassapa ), “ What I Believe “, Ceylon Observer, Oktober, 1937]
Aliran Theravada, tidak mengenal jeda waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran lainnya [antara-bhava] yang berarti tumimbal lahir itu berlangsung segera.
Aliran Mahayana, seseorang yang meninggal akan tinggal dalam keadaan alam perantara dalam satu, dua, tiga, lima, enam atau tujuh minggu, sampai hari ke-49. Sehingga dalam Buddhisme Mahayana sering dikenal adanya berbagai praktek ritual upacara kematian yang berlangsung setiap minggu sampai hari ke-49.
Aliran Tantrayana, terdapat istilah `bardo'. Bardo atau alam perantara ini dalam pengertian Tantrayana mengandung Enam Keadaan, yaitu pada saat berada di kandungan[kye-nay bardo] ; saat bermimpi [mi-lam bardo]; saat samadhi yang mendalam [tin-ge-zin sam-tam bardo] ; saat dalam keadaan sekarat menjelang kematian [chi-kai bardo]; saat mengalami kenyataan meninggal [cho-nyid bardo]; saat pencarian kelahiran kembali [sid-pa bardo]. Tiga keadaan bardo yang terakhir berkaitan dengan pengalaman sekarat, mati dan kelahiran kembali. Sedangkan bardo pada keadaan kedua dan ketiga dapat dialami semasa masih hidup.
Kalau bukan Brahman/Tuhan penyebab awal terjadi sesuatu, lantas apa yang menyebabkan mahluk itu ada?
Perumpamaan Lilin
Api pada lilin tidak akan hidup tanpa adanya unsur-unsur pendukung seperti batang lilin, sumbu, dan udara (oksigen). Api yang menyala tersebut ternyata merupakan api yang berbeda karena tiap saat disokong oleh bagian dari batang lilin, sumbu dan molekul-molekuk udara yang berbeda. Meskipun disokong oleh unsur-unsur yang berbeda, tetapi api tersebut tetap menyala tanpa perlu padam kemudian menyala lagi. Dengan kata lain adanya proses yang berkesinambungan.
Api disini tidak lain adalah kesadaran, batang lilin dan sumbu adalah jasmani, dan udara adalah kamma. Jasmani dan kamma adalah penyokong keberlangsungan kesadaran.
Buddha menyatakannya dengan hubungan sebab akibat yang saling bergantungan (patticca samuppada):
Tidak terdapat suatu kondisi yang timbul tanpa adanya suatu sebab, ‘Dengan adanya ini, adalah itu; dengan timbulnya ini, timbullah itu; dengan tidak adanya ini, tidak adalah itu; dengan lenyapnya ini, lenyaplah itu’-[Udana. 1]
Berikut dibawah ini, hubungan sebab akibat yang saling bergantungan:
i–ii
Bergantung pada ketidaktahuan (Avidya/Avijja) = moha (kebodohan batin) = annana (tidak berpengetahuan), timbullah bentuk–bentuk karma (Samskaras/ Samkhara).
Istilah " sankhara " digunakan untuk segala sesuatu yang merupakan paduan unsur dan terkondisi, misal semua makhluk sebagai akibat dari sebab dan kondisi, dan apa yang mereka lakukan sebagai sebab dan kondisi berputar kembali untuk menghasilkan akibat yang lain.
ii–iii
Bergantung pada bentuk – bentuk karma (Samskaras/ Samkhara), timbullah kesadaran (Vijnana/Vinnana).
iii–iv
Bergantung pada kesadaran (Vijnana/Vinnana), timbullah batin dan jasmani (nama – rupa).
iv–v
Bergantung pada batin dan jasmani (nama – rupa), timbullah enam landasan indra (Sad-ayatana/Salayatana).
v–vi
Bergantung pada enam landasan indra (Sad-ayatana/Salayatana), timbullah kontak (Sparsa/Phassa).
vi–vii
Bergantung pada kontak (Sparsa/Phassa), timbullah perasaan (Vedana/Vadana).
vii–viii
Bergantung pada perasaan (Vedana/Vadana), timbullah keinginan (Trsna/Tanha).
viii–ix
Bergantung pada keinginan (Trsna/Tanha), timbullah kemelekatan (upadana).
ix–x
Bergantung pada kemelekatan (upadana), timbullah penjelmaan (bhava).
x– xi
Bergantung pada penjelmaan (bhava), timbullah kelahiran (jati)
Dari uraian di atas, maka kita sekarang ketahui bahwa kelahiran disini bukan berarti benar – benar peristiwa melahirkan, melainkan kemunculan Panca Skanda atau Nama dan Rupa atau Nama/Citta/Kesadaran dan Rupa.
xi–xii
Bergantung pada kelahiran (jati), timbullah kelapukan dan kematian (jara – marana), dan kesedihan, keluh kesah, kesakitan, penderitaan, dan keputusasaan.
Demikianlah kemunculan dari seluruh bentuk – bentuk penderitaan. Ketidaktahuan juga terjadi akibat adanya kelahiran (jati). Kelahiran terjadi akibat dari kemelekatan dan seterusnya bergantungan menjadi sebab dan akibat. Tidak ada sebab tunggal, beberapa faktor merupakan sebab merupakan akibat itulah mengapa disebut sebagai ‘sebab akibat yang saling bergantungan’ (patticca samuppada)
Dari hukum hubungan sebab akibat yang saling bergantungan di atas, terlihat bahwa peranan Brahman sebagai pencipta/awal mula menjadi tidak relevan dan berlebihan. Itulah sebabnya mengapa ajaran Buddha tidak mengakui adanya Brahman
Lantas bagaimana untuk menghentikan/memusnahkan Proses ini?
Seluruh bagian dari ajaran Buddha diperuntukan untuk memusnahkan ketidaktahuan atau kebodohan batin atau tidakberpengetahuan.
"..O para siswa, seorang bhikkhu harus memandang semua rupa (bentuk jasmani), vedana (perasaan), sanna (pencerapan/persepsi), sankhara (dorongan pikiran/bentuk-bentuk mental), dan vinnana (kesadaran), tidak peduli dari jaman lampau, dari jaman sekarang atau pun dari jaman yang akan datang, jauh atau dekat. Dan ia mengamat-amatinya dan menelitinya secara cermat, dan setelah diteliti dengan cermat, semua itu tertampak kepadanya sebagai sesuatu yang kosong, hampa dan tanpa diri."-[Samyutta Nikaya 21.5-6]
Pengetahuan mengenai karmalah dan kamma vipaka, hukum sebab akibat, atau akibat moral, yang mendorong seorang Buddhis sejati untuk menahan diri dari kejahatan dan berbuat baik. Ia yang mengerti sebab dan akibat memahami dengan baik bahwa perbuatannya sendirilah dan bukan hal lain yang membuat hidupnya sengsara ataupun sebaliknya. Ia memahami bahwa sebab langsung dari perbedaan dan ketidaksamaan kelahiran di kehidupan sekarang adalah perbuatan baik dan jahat dari setiap individu di kehidupan lampau dan kehidupan sekarang.
Dalam semua perbuatan baik ataupun jahat, pikiran merupakan unsur yang terpenting. “Seluruh keadaan batin memiliki pikiran sebagai pemimpin; pikiran yang menguasai, segala sesuatu dihasilkan oleh pikiran. Jika seseorang berkata atau bertindak dengan pikiran yang kotor maka penderitaan akan mengikutinya seperti roda pedati yang mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya “. Dalam pandangan yang sama, “ sebagai akibat yang dihasilkan oleh pikiran, kata – kata yang diucapkan dan perbuatan yang dilakukan dengan pikiran suci, maka kebahagiaan akan selalu mengikutinya bagaikan bayang – bayang yang tak pernah meninggalkan dirinya “-[Dhp. 1, 2]
Bagaimanapun, harus diingat, menurut agama Buddha tidak semuanya yang terjadi disebabkan oleh perbuatan di masa lampau. Pada jaman Buddha orang – orang sektarian seperti Nigantha Nataputta, Makkhali Gosala dan lain – lain, memiliki pandangan bahwa apa pun yang dialami individu, baik kenikmatan atau penderitaan atau bukan keduanya, semuanya timbul dari perbuatan sebelumnya, atau karma di masa lampau. [M. 101 ; D. 2. Pandangan ini diuji dalam A. i, 137]
Bagaimanapun, Buddha menolak teori mengenai takdir yang eksklusif ditentukan oleh masa lampau (pubbekatahetu) ini yang dipandangNya tak masuk akal. Banyak hal merupakan hasil dari perbuatan kita sendiri yang dilakukan dalam kehidupan sekarang, dan sebab – sebab eksternal. Karena itulah, tidaklah benar untuk mengatakan bahwa segala hal yang terjadi disebabkan oleh karma atau perbuatan lampau.
Bukankah tidak masuk akal jika seorang murid yang gagal dalam ujian karena kelalaiannya, menghubungkan kegagalan ini dengan karmanya di masa lampau ? Apakah tidak menggelikan jika seseorang yang terburu – buru dengan cerobohnya, membentur sebuah batu atau benda yang sejenis, menganggap kecelakaan itu sebagai akibat perbuatan atau karmanya di masa lalu ? Seseorang dapat memberi contoh seperti itu lebih banyak untuk menunjukkan bahwa segalanya tidak terjadi karena perbuatannya yang dilakukan di masa lampau.
Tetapi pada saat sebab dan kondisi dari sesuatu hal dilenyapkan, dengan sendirinya akibatnya juga lenyap. Kesedihan akan lenyap jika akar penyebab kesedihan yang beraneka ragam itu dilenyapkan. Seorang manusia, contohnya, yang membakar habis sebutir biji mangga, mengakhiri kekuatan tumbuh dari tanaman itu dan biji itu tidak akan pernah menghasilkan pohon mangga. Hal ini serupa dengan segala sesuatu yang terdiri dari paduan unsur (sankhara), yang hidup ataupun tak hidup. Dengan karma sebagai penghasil, kita memiliki kekuatan untuk memutuskan rantai yang tak berakhir, roda kehidupan ini (bhava cakka). Mengenai mereka yang telah mencapai penerangan, yang telah menakhlukkan dirinya dengan menumbangkan kotoran batin, Buddha berkata dalam Ratana Sutta.[Sn. 235]
Karma lampau mereka telah habis, karma baru mereka tidak lagi muncul, pikiran mereka ke arah penjelmaan di kemudian hari telah di lenyapkan. Bibitnya (yang melahirkan kesadaran ) telah musnah, mereka tidak memiliki keinginan untuk hidup kembali. Mereka yang bijaksana (yang mantap) telah lenyap (kehidupannya) seperti api dari lampu ini “. Dikatakan bahwa ketika Buddha mengucapkan kata – kata ini Beliau melihat api dari sebuah lampu yang padam.
i–ii
Dengan berhentinya seluruh ketidaktahuan, maka bentuk – bentuk karma berhenti.
ii–iii
Dengan berhentinya bentuk – bentuk karma, maka kesadaran berhenti.
iii–iv
Dengan berhentinya kesadaran, maka batin dan jasmani berhenti.
iv–v
Dengan berhentinya batin dan jasmani, maka enam landasan indra berhenti.
v–vi
Dengan berhentinya enam landasan indra, maka kontak berhenti.
vi–vii
Dengan berhentinya kontak, maka perasaan berhenti.
vii–viii
Dengan berhentinya perasaan, maka nafsu keinginan berhenti.
viii–ix
Dengan berhentinya nafsu keinginan, maka kemelekatan berhenti.
ix–x
Dengan berhentinya kemelekatan, maka penjelmaan berhenti.
x–xi
Dengan berhentinya penjelmaan, maka kelahiran berhenti.
xi–xii
Dengan berhentinya kelahiran, maka pelapukan dan kematian dan kesedihan, keluh kesah, Kesakitan, penderitaan dan keputusasaan berhenti.


Demikianlah berhentinya seluruh bentuk Penderitaan.
Menurut sebab musabab yang saling bergantungan, segala sesuatu ditentukan oleh kondisinya, orang mungkin cenderung berpikir bahwa Buddha menganjurkan fatalisme atau determinisme, dan dengan demikian kemerdekaan dan kebebasan manusia akan dikesampingkan.
Tetapi apa itu fatalisme ?
Menurut Dictionary of Philosophy, “Fatalisme adalah determinisme, khususnya dalam bentuk keagamaan yang menegaskan bahwa seluruh perbuatan manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan“.
Determinisme, menurut Oxford English Dictionary, adalah ajaran filosofi yang menyatakan perbuatan manusia tidaklah bebas melainkan perlu ditentukan oleh motif, yang dianggap sebagai kekuatan luar yang mendorong tindakan memenuhi keinginan.
Ajaran karma menyangkal hal itu. Pemahaman yang jelas mengenai agama Buddha menunjukkan Buddha tidak menganut teori bahwa segala sesuatu sudah pasti tak dapat diubah, bahwa semua hal terjadi karena kebutuhan yang tak terelakkan itu adalah determinisme yang kaku (niyati vada). Beliau tidak pula membenarkan teori sebaliknya mengenai indeterminisme mutlak (adhicca samuppanna).
Dimana – mana kita melihat peranan hukum dan kondisi bersyarat tertentu, dan satu di antaranya adalah cetana(kehendak), yaitu karma. Tak ada pemberi hukuman, tak ada kekuatan luar yang mencampuri kejadian dalam batin dan jasmani. Melalui sebab dan kondisilah sesuatu terjadi.
Demikianlah permainan sebab dan akibat yang berakhir ini tetap bergerak dengan kekal karena karma, terselubung oleh kebodohan, dan digerakkan oleh keinginan. Tak bisa lain hal ini mempengaruhi kebebasan keinginan dan tanggung jawab manusia pada perbuatannya (karmanya).
Akhirnya sebuah kata tentang “keinginan bebas“: keinginan bukanlah sesuatu yang statis. Ia bukanlah kesatuan yang nyata, atau suatu keberadaan diri yang berdiri sendiri. Keinginan sungguh bersifat sewaktu seperti keadaan batin yang lain ; karena itulah, tak ada “keinginan“ sebagai “sesuatu“ baik yang bebas maupun tidak bebas. Yang benar adalah “keinginan“ diliputi kondisi bersyarat dan merupakan suatu fenomena yang berlalu.
Masalah utama kehidupan bukanlah spekulasi semata – mata, atau perjalanan yang sia – sia menuju dunia impian dengan khayalan yang tinggi, melainkan pencapaian kebahagiaan yang sebenarnya dan terbatas dari seluruh penderitaan. Paticca samuppada, yang membicarakan penderitaan (dukkha), dan lenyaplah penderitaan, merupakan konsep sentral dari agama Buddha, dan menghadirkan bunga terindah dari pemikiran India.

sumber: diambil dari from hero to zero ini reinkarnasi bro dengan sedikit editing, karena memang saya tidak percaya jika ada reinkarnasi dalam agama Abrahamik, daripada menimbulkan SARA lebih baik dihindari.